TEMPO.CO, JAKARTA - Skenario untuk memonopoli layanan kargo ekspor benih bening lobster muncul sejak penyusunan regulasi ekspor komoditas itu pada Desember 2019 hingga Mei 2020. Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo disebut mengetahui siasat segelintir eksportir itu sejak awal.
Sumber Tempo yang mengetahui proses penyusunan aturan tersebut mengatakan, Menteri KKP Edhy tak menggubris masukan ihwal petunjuk teknis pelaksanaan ekspor. Pemberi masukan mengingatkan Edhy ihwal aturan yang memungkinkan eksportir memakai jasa kargo apa pun, asalkan dilaporkan kepada pemerintah. “Namun masukan ini tidak didengarkan,” kata dia, Selasa 24 November 2020.
Eksportir seharusnya leluasa memilih layanan kargo ekspor (freight forwarder) yang harganya lebih murah. Faktanya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyerahkan penentuan kargo tersebut kepada Perkumpulan Pengusaha Lobster Indonesia (Pelobi). Asosiasi baru beranggotakan 40 eksportir ini kemudian memilih PT Aero Citra Kargo (ACK) sebagai penyedia layanan tunggal freight forwarder benih lobster dengan tarif Rp 1.800 per ekor.
Sumber itu juga menyebutkan bahwa Edhy sudah mendengar masukan soal perusahaan kargo yang bisa menyediakan tarif yang lebih murah, yakni Rp 200-300 per ekor. “Namun rekomendasi ini juga tak dipedulikan,” ucapnya.
Tempo mengecek informasi ini kepada Ketua Asosiasi Budi Daya Ikan Laut Indonesia (Abilindo), Wajan Sudja. Wajan pun mengaku mendapat informasi senada dari eksportir yang hadir dalam pertemuan antara perwakilan Kementerian Kelautan dan eksportir benih lobster pada 2 Juni lalu itu.